Saturday, August 27, 2016

Layakkah jika rokok sebungkus Rp 50.000


Image result for wacana kenaikan harga rokok

            Wacana tentang usulan kenaikan harga rokok per bungkus menjadi Rp 50.000 akhir-akhir ini membuat pecinta rokok di Indonesia gempar dikarenakan kenaikannya yang tidak wajar. Bermacam respon pun diungkapkan mulai dari mengkritik usulan ini dan ada pula yang mendukung sebagai upaya untuk mengurangi jumlah perokok aktif di Indonesia karena upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya terbukti kurang berhasil mengurangi jumlah perokok di Indonesia yang semakin hari semakin bertambah mulai dari anak remaja hingga orang tua dan dari beragam kalangan sebab harga rokok yang murah dan mudah didapatkan.
Pendapat yang pro mengenai rencana ini datang dari ketua DPR Ade Komarudin sebagaimana dilansir kompas.com, menurut Ade rokok merupakan musuh bangsa yang sudah disadari semua orang dan ia yakin apabila harga rokok naik akan dapat mengurangi kebiasaan masyarakat agar tidak merokok. Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Susi mengatakan, naiknya harga rokok akan berdampak positif bagi kesehatan. “(harga) rokok naik bagus, biar orang merokoknya jadi kurang. Supaya lebih sehat,” ujar Susi.
Jika harga rokok di tanah air meningkat, Susi mengatakan bahwa momentum itu juga akan dimanfaatkan dirinya untuk mengurangi konsumsi rokok demi penghematan dan kesehatan. Padahal Susi dikenal sebagai perokok berat
Pendapat sebaliknya dikemukakan oleh Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (Gemati) menilai gagasan menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus hanya akan menguntungkan produsen rokok. Rencana ini dianggap tak menyentuh kepentingan petani tembakau sebagai penyuplai bahan baku.
 “Pabrik yang diuntungkan, belum jaminan petani sejahtera karena belum tentu harga tembakau ikut naik,” ujar Sekretaris Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia Syukur Fahrudin.
 Selain itu pendapat sejenis datang dari Kepala Urusan Aturan, Perdagangan Internasional dan Komunikasi Sampoerna, Elvira Lianita, menurutnya aspek yang perlu diperhatikan sebelum menaikkan cukai rokok adalah semua mata rantai industri tembakau yang meliputi petani, pekerja, pabrik, pedagang, hingga konsumen. Ia meyakini kebijakan cukai yang terlalu tinggi akan mendorong naiknya harga rokok menjadi mahal sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat
Sebenarnya wacana tentang kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 berawal dari penelitian Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Studi yang diterbitkan di Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia itu mengkaji dukungan publik terhadap kenaikan harga rokok dan cukai untuk mendanai jaminan kesehatan nasional (JKN) – yang biasa dikenal sebagai BPJS.
Berdasarkan survei terhadap 1.000 orang dari 22 provinsi dengan tingkat penghasilan di bawah Rp1 juta sampai di atas Rp20 juta, sebanyak 82% responden setuju jika harga rokok dinaikkan untuk mendanai JKN. Peserta kemudian ditanyakan berapa harga rokok maksimal yang sanggup dibeli dan sebanyak 72% menyatakan akan berhenti merokok jika harga satu bungkus rokok di atas Rp50.000.
“Dengan menaikkan harga dua kali lipat, jumlah rokok yang dikonsumsi akan turun tetapi jumlah uang yang beredar untuk rokok tetap naik. Maka pemerintah menerima tambahan uang cukai sebesar Rp70 triliun, itu cukup untuk menutup defisit JKN,” tutur penulis utama laporan itu, Hasbullah Thabrany.
Hasbullah juga mengatakan bahwa hasil tersebut konsisten dengan studi di negara-negara lain.
“Penelitian sebelumnya di Malaysia, Singapura, Inggris, Australia menunjukkan kalau orang dihadapkan dengan kenaikan harga rokok dua kali lipat maka konsumsinya turun 30%. Dalam ilmu ekonomi ini disebut sebagai elastisitas demand,” jelas Hasbullah.
Meskipun demikian pemerintah sendiri tidak serta merta menerima usulan ini tanpa memikirkan dampak lebih lanjut. Pemerintah mengatakan bahwa cukai rokok selalu ditinjau ulang setiap tahun. Sejumlah indikator menjadi pertimbangan, yakni kondisi ekonomi, permintaan rokok, dan perkembangan industri rokok. Pemerintah melalui Kemendag masih akan melihat lebih jauh rencana kenaikan tarif cukai rokok. Setelah diketahui besarannya, barulah dampaknya bisa diperkirakan. Kementrian Perdagangan (Kemendag) belum bisa memastikan seberapa besar dampak kenaikan cukai rokok terhadap kenaikan harga rokok.
"Kalau naiknya hanya Rp 1.000 tidak ada dampaknya. Kalau Rp 50.000 kita belum tahu, kan belum diputuskan," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan.
Pemerintah sudah menargetkan pendapatan cukai dalam RAPBN 2017 sebesar Rp 157,16 triliun atau naik 6,12 persen dari target APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 148,09 triliun.
 Khusus untuk cukai hasil tembakau, ditargetkan sebesar Rp 149,88 triliun atau naik 5,78 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp 141,7 triliun.
Wacana tentang kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 merupakan suatu polemik di Indonesia. Pemerintah dituntut untuk lebih cermat dan bijak dalam memikirkan hal ini meskipun memiliki dampak positif yaitu menambah pendapatan Negara dan mengurangi jumlah perokok aktif di Indonesia pemerintah juga tidak bisa seta merta menyetujui. Tetapi masih harus memahami dan memikirkan aspek –aspek lainnya.
Sumber: kompas.com

             Bbc.com 

No comments:

Post a Comment